ampun pak!!!

“Ben, Rik, kalian udah bikin pr fisika belum?” tanya Raka sesaat setelah masuk ke kelas. “Belum. Gue gak ngerti.” Jawab Beno. “Gue juga belum. Kemarin waktu gue nyoba ngerjain, perut gue malah mules-mules terus bawaannya gelisah mulu. Malah badan gue sampe panas dingin. Padahal baru ngeliat soalnya doang!” jawab Riko terlalu dramatis. “Loe sendiri gimana? Udah belum?”, tanya Beno. “Ah.loe kayak yang gak tahu gue aja sich. Ya idem lah, gue belum. Kalo udah ngapain juga gue nanya ke kalian. Khan maksud gue nanya tuh, gue mau nyontek punya kalian.” Jawab Raka. “Padahal harapan gue hanya ada pada kalian lho! Gue gak mau dihukum sama Bu Panca nich.” “Ah, gue punya ide. Gimana kalau kita bolos aja, tapi kalo jamnya Bu Panca udah selesai, kita masuk lagi.”, usul Riko. “Maksud loe kita bolos jam mata pelajaran gitu?”,tanya Raka. “ Yup, anda benar.” “Eh, tapi ngomong-ngomong gimana caranya? Gue khan belom pernah bolos dari Zaman manusia purba masih jadi preman Ancol.” “Sama, Gue juga gak tahu, Rik.” “Udah, masalah itu mah gak usah dipikirin. Gue tahu tempat yang aman.”jawab Riko menanggapi keluhan teman-temannya.


Tak ada seorang pun yang tahu apa yang akan mereka lakukan. Karena semua sudah masuk ke kelas masing-masing karena bel masuk sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu.

“Rik, ngapain kita ke sini?”, tanya Raka. “kalau bolosnya di sini, gue gak ikutan ah. Mending gue diomelin Bu Panca deh.”,protes Raka sembari menutup hidungnya. “Iya nih. Gue juga gak ikutan ah kalo disini. Hidung gue gak tahan menghirup udara yang terkontaminasi polusi kayak gini.”, Beno juga setuju dengan Raka. Setelah percakapan di kelas, mereka pergi menuju wc siswa di belakang sekolah. “Eh, sabar dong cing. Baru juga nyampe, udah protes main protes aja.” “Kita kesini bukan berarti kita harus bolos disini. Kalo disini sama aja loe cari mati sama Pak Deni. Tapi kita kesini buat ini…”, cegah Riko sambil menyibakkan semak-semak disamping toilet siswa. Dari situ tersembul sebuah batu yang cukup besar. Ternyata batu itu akan digunakan sebagai pijakan ketika memanjat pagar sekolah. Sebenarnya bukan pagar, namun tembok.

Pihak SMA Bintang Kejora, tempat mereka bersekolah memang sudah mengantisipasi akan adanya peristiwa membolos seperti yang terjadi sekarang ini. Namun apa daya jika kenekatan para bocah-bocah itu tak jua dapat dipupusakn oleh upaya pihak sekolah tersebut. Padahal diatas tembok tersebut telah diberi pecahan kaca dan kawat berduri.

“Gue gak jadi ikut ah. Perasaan gue gak enak.” Sahut Raka. “Udah ikut aja. Itu khan Cuma perasaan loe doang. Emangnya loe mau apa kena semprot Bu Panca lima hari lima malem?” Riko kembali membujuk raka yang ragu. “Ya udah deh. Gue udah kepalang tanggung. Udah terlanjur basah.”jawab Raka. “Basah kenapa loe? Ngompol? Haha ”, canda Beno. Setelah diawali dengan berdoa dan mengheningkan cipta, mereka bertiga mulai memanjat pagar tembok. Yang pertama memanjat adalah Riko, karena dia yang akan memandu teman-temannya yang baru pertama kali melakukan pembolosan, kemudian disususl oleh Beno dan Raka.

Pemanjatan pertama, berjalan mulus karena dilakukan oleh ahlinya. Pemanjatan kedua, lumayan. Karena masih amatir, Beno sedikit tergelincir ketika turun dan kaki sebelah kanannya terperosok kedalam selokan. Alhasil celana abu-abunya berubah warna mwnjadi hitam dan berbau tidak mengenakkan hidung siapapun yang masih dapat digunakkan dengan baik dan benar. Sudah memang memiliki kaki yang berbau tak sedap, ditambah tercebur pula ke selokan! Sungguh malang nasib Beno.

Pemanjatan ketiga sekaligus terakhir dari misi mereka bertiga ini memiliki cerita tersendiri. Ketika Raka yang bertubuh cukup subur namun belum berhasil menyaingi kerbaunya Pak Rahmat dalam hal ukuran badan tengah memanjat pagar tembok, tiba-tiba muncul Pak Deni, guru BP SMA Bintang Kejora. Beliau memergoki Raka yang tengah memanjat pagar tembok. “Hei! Siapa itu?!! Mau bolos ya kamu!!”, teriak Pak Deni dari kejauhan sambil berlari mendekat. Kaena panik Raka segera ingin mengakhiri pemanjatannya dan bergegas turun. Namun naas, ketika kaki kirinya hendak melangkahi pagar, celananya menyangkut disalah satu kawat berdurinya. Karena paniknya dia terus mencoba menarik celnanya sekuat tenaga dan berhasil! Namun karena kehilangan keseimbangan, ia terjatuh tepat menindih Riko yang berada dibawahnya. Untung saja Riko tengah berdiri diatas tumpukan jerami. Namun sayang, ternyata diatas tumpukan jerami yang terduduki oleh Riko itu terdapat kotoran sapi yang masih segar. Alhasil bau kotoran sapi menyeruak dari tubuh Riko. Ih, sungguh bau dan menjijikan! Nasib Riko seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa Raka, hasilnya bau pula!

“Rak, Ben, ayo cepat kita kabur dari sini, sebelum Pak Ngatijo dan Pak Ngatimin duet satpam serem kita itu tahu kita ada disini!”, ajak Raka.

“Aduh, kaki gue kotor nich!”, ujar Beno. “Badan gue juga sakit semua nich!”, ujar Raka tak mau kalah. “sudah, sekarang itu semua gak penting. Yang penting selamatkan diri kalian dulu!”, ujar Riko kesal oleh rengekan kedua temannya.

Tepat ketika mereka bangun dan hendak berlari,

Sreet…

“Aduh, aduh, aduh………telinga gue, aduh-aduh”

“Ampun cing! Aduh, jangan ditarik terus dong telinga gue!”

“Aw-aw! Aduh… sakit!”

secara tiba-tiba telinga mereka ditarik oleh beberapa orang. Dan ketika mereka mendongakkan kepala…

“He..he..he.. ampun Pak, jangan ditarik terus dong Pak telinga saya.” Kata Riko sambil tersenyum pahit.

“Iya, Pak. Jangan dijewer lagi dong, Pak.” Iba Raka. “Iya Pak. Peace!” ujar Beno sambil mengangkat dua jarinya. “Halah. Apa itu pas-pis,pas-pis! Tiada ampun bagi kalian1 ayo Pak Satpam, bawa mereka ke ruang BP.” Kata Pak Deni tegas.

Akhirnya merekapun digiring bagai buronan oleh duet satpam dan Pak Deni ke runag BP. Di ruang BP, mereka mendapat semprotan omelan dn setumpuk nasihat dari Bu Panca dan Pak Deni. “Kalian ini mau jai apa nanti1 kerjanya hanya membolos saja!”, omel Pak Deni. “Seharusnya kalian bertanya jika tidak mengerti, bukannya membolos seperti ini! Mau jadi apa kalian nanti!!”, tambah Bu Panca. “Ia Pak, Bu, kami salah. Ampun deh, Bu. Gak akan lagi-lagi.” Kata Beno penuh dengan penyesalan. “Hmm… Bu, sepertinya saya tahu hukuman yang akan mereka dapatkan kali ini.” Kata Pak Deni sambil tersenyum usil. Mereka bertiga bergidik ngeri, karena tahu kebiasaan Pak Deni yang hobi mengusili anak-anak yang masuk ruang BP.


Istirahat pertama di lapangan utama sekolah…

“Ha..ha..ha… Rik, nape tu pantat loe? Abis berkubang sama sapinya Pak Rahmat ye..?” teriak Heri, teman sekelas mereka.

“Suit… suit… Raka seksi banget tuch teman-teman. Celananya robek sampai paha gitu!” ejek Eki.

“Nih!” kata Nita sembari mengacungkan sebotol parfum ke arah Beno. “Buat apa?” tanya Beno bingung. “Buat loe pake mandi, supaya badan loe gak bau lagi waktu masuk ke kelas. Ha..ha..ha..” tawa Nita sambil berlalu dengan teman-temannya.

Begitulah sedikit ejekan dari teman-teman mereka ketika melintasi lapangan utama dan melihat mereka tengah dihukum oleh Pak Deni, berjemur dengan pose hewan ditengah lapangan. Belum lagi papan dada yang ada di tubuh mereka, bertuliskan hal-hal yang tidak wajar. Berjuta rasa berkecamuk dalam hati dan pikiran mereka. Terutama rasa malu yang teramat dalam. Juga pusing yang tak terhingga. Memikirkan 100 soal yang menanti dari Bu Panca. Tidak!!!

“Haduuuh, Pak, Bu, ampun dech. Saya kapok bolos lagi Pak………”



 

posted by bahasa dan sastra indonesia on 08.55

0 komentar:

Search